A: Maaf, ini benar noenya Pak Nur Rokhim?
B: Iya, ada apa ya pak?
A: Ini, opininya sampean besok akan dimuat
di Kedaulatan Rakyat. Boleh minta alamat rumah sampean?
B: Sekarang Pak?
A. Iya, mohon cepat ya Pak. Di tunggu.
B: Iya pak, mksih. Tuts, tuts, tuts....
A: ^#@%$%@#^
13 Februari, 20.20 WIB.
Jantungku masih berdebar nggak
karuan sesaat setelah menerima telepon dari seseorang yang mengaku redaktur SKH
Kedaulatan rakyat. Ah, sungguh kata-kata tak bisa menggambarkan seperti apa
yang aku rasakan tadi malam. Darah mengalir deras, gemetar, jantung berdegup
kencang, lari-lari nggak jelas, dan nepokin pundaknya Mas Supriyadi berpikir dg
kencangnya. Hahaha. *lebay banget yak. Ckckck. :D Aku kemudian berpikir, apa begini ya, rasanya
seorang penulis pemula yang karyanya nongol di koran terkemuka di kota
Yogyakarta? Ah, aku tak tahu. Yang jelas, itu yang aku rasakan!
Tetapi Beberapa menit kemudian,
setelah hatiku tenang kembali, tiba-tiba ragu menyergapku hingga meruntuhkan
kebahagiaan yang baru saja aku rasakan. Tiba-tiba saja nalar kritisku aktif
kembali. Secara otomatis muncul pertanyaan-pertanyaan yang memenuhi otakku.
Benarkah tadi yang menelepon adalah redaktur KR? Bagaimana kalau tidak? Ah,
bisa malu setengah mati aku. Secara, aku sudah update status tentang berita
menggembirakan itu di akun FBku. Bagaimana juga kalau temen-temen asramaku yang
jahil sedang mengerjaiku? Maklum saja, saling mengerjai di antara sesama
pejuang kata sudah mafhum terjadi. Ah, sungguh! Aku poles temen-temenku beneran
jika aku dikerjai. *nada mengancam. :P
Praktis, karena keraguanku itu, aku jadi tidak sabar untuk melihat
mentari kembali. Jika bisa, q ingin memotong malam dan menggantinya dengan
pagi. Aku ingin segera membuktikan berita menggembirakan itu dengan mata
kepalaku sendiri. Ah, sungguh! Jadi galau tingkat dewo aku. Hahaha. Di tengah keraguanku
yang semakin nggak karuan, tiba-tiba temenku, seorang kolumnis tersohor,
Muhammad Yusuf Ar-Rahman, mengirimiku pesan yang intinya mengucapkan selamat
dan katanya iri padaku. Bukannya senang mendapatkan ucapan selamat, malahan aku
tambah galau dibuatnya. Bagaimana tidak? setelah aku cek statusku, dia gk
nge-like or komentar, padahal aku sangkut-sangkut namanya di statusku.
Bagaimana dia tau akan berita menggembirakan itu? padahal aku belum sms
temen-temenku. Bukan gk mau, tapi memang lagi nggak ada pulsa. Hahaha.
Jangan-jangan dia lagi yang mengerjaiku. Tiba-tiba perasaan seperti itu muncul
dalam benakku. *maaf Suf, sedikit su’udzon padamu. Abisnya kamu sering banget
nipu aku. kwakakak.
Aku sedikit tenang ketika guru nulis+guru kehidupanku menghiburku
dengan kata-kata saktinya, “santai aja, itu memang noenya redaktur KR” ujarnya.
Ah, aku tak tahu apakah memang benar apa yang beliau katakan atau tidak.
Jangan-jangan beliau hanya menghiburku saja. Tapi aku kemudian percaya dengan
beliau. Secara, beliau sudah berpengalaman dalam dunia kepenulisan. Nama beliau
sudah malang melintang di media massa. So, aku yakin seratus persen dengan
perkataan beliau. Sedikit terhibur jadinya. Huftt… :D
Meski begitu, tetap aja mata ini gk mau merem. Bagaimana mau merem, kalau
pikiran masih bekerja dengan aktifnya? Untuk menghilangkan kegalauanku, aku
nonton bioskop di Trans TV. Untung filmnya bagus, jadinya bisa sedikit
membuatku lupa akan masalahku. Hahaha. kalau jelek? Beeeh! bisa tambah
mengkuadrat galauku, bukan lagi tingkat dewo tapi tingkat apa ya? Sudah nggak
terdefinisikan lagi kayaknya. Ckkck.
Selesai menonton film, akhirnya yang aku inginkan datang juga. Rasa
ngantuk menyerangku! Aku lalu ke kamar mandi, cuci kaki, cuci mulut dan cuci
hati. Setelah itu degan segera aku merebahkan tubuhku. Beberapa menit kemudian,
jiwa ini sudah melayang menuju alam mimpi dengan kecepatan yang tak terhitung
lagi. Bismika Allahumma ahya wa bismika amut. Aamiin.
Pagi harinya.
Setelah bangun dari tidurku, ingin sekali aku pergi ke penjual koran
terdekat, tapi lagi-lagi waktu belum memungkinkan. Masih pukul lima pagi
pemirsa. So, aku harus nunggu lagi. mungkin setengah jam or satu jam. Sungguh,
rasanya menunggu itu tak enak sekali. *pake banget. Kwakak. Jadi ingat syair
lagunya Zivilia, “Menunggu, sesuatu yang sangat menyebalkan bagiku, saat ku
harus bersabar dan terus bersabar menantikan kehadiran sang waktu” *
Aishiteru mode on. Plaaaaaaak! Malah nyanyi. Hahaha.
Akhirnya setelah setengah jam menunggu, aku lalu meluncur ke penjual
koran, yang dulu agenku sewaktu aku masih
jualan koran. Di jalan tak henti-hentinya aku berdoa, semoga saja
tulisanku dimuat di KR, bukan hanya kerjaan temen-temen asramaku yang iseng.
*Sekali lagi maaf, all may friend. Sudah
Su’udzon. Kwakakak.
Tiba di sana, tanpa ba bi bu, aku lalu mengambil KR yang sudah dipajang
di singgasananya. Dengan cepat tanganku menjelajahi “tubuh” si KR, mencari
rubrik opini. Mataku terbelalak, ketika kudapati tak ada nama dan tulisanku
yang nangkring di sana. Sial! Benar aku dikerjai. Pikirku cepat. lalu kualihkan
bola mataku, ke atas, tepatnya di hari dan tanggal koran tersebut lahir.
Alamak! Ini koran hari Rabu. Pantas saja nggak ada. Kata Om Redaktur kan hari
Kamis, 14 Februari. Tanpa berlama-lama aku lalu mengembalikan koran tersebut di
tempatnya semula. Lalu mencari koran terbitan hari ini. Tak butuh waktu lama
bagiku untuk menemukannya. *Ya iyalah lha wong dicariin penjualnya. Kwakakak.
Deg, deg, deg… jantungku kembali berdetak nggak karuan. Tanganku
gemetaran saat membuka halaman demi halaman si KR. Sekali lagi, mataku
terbelalak! Ku dapati nama dan tulisanku yang berjudul “Valentine Days dan
Keistimewaan DIY” bertengger dengan indahnya di tubuh si KR. Alamak! mimpi apa
aku semalam, hingga tulisanku dimuat di koran beken di kota budaya, Yogyakarta.
“Sujud syukur aku sembahkan, ke hadiratmu Tuhan” *Plakk! Malah nyanyi
lagi. Hoho.
Yah, akhirnya yang kuharapkan di kabulkan Tuhan hari ini. Benar, kata
Ibnu At-Thailah dalam Kitabnya al-Hikam, “Ketika kau menginginkan
sesuatu-entah itu rezeki atau jodohmu-maka sekali-kali keinginanmu tidak akan
kau dapatkan jika Tuhan belum mengizinkan. Dia yang lebih tau waktu yang tepat
kapan kau akan mendapatkan bagianmu. Bukan menurutmu, menurutnya, dan menurut
mereka, tapi menurut kehendak Tuhanmu yang Maha Kuasa”. *Hiks, tisu mana
tisu. T_T.
Hari ini, di hari kasih sayang, Tuhan memberikan kado terindah-Nya
untukku. Bukan bunga mawar atau cokelat yang panjangnya menghampar. Tetapi,
telah mengizinkan tulisanku nampang di surat kabar kondang Kota Pelajar. Terima
kasih Tuhan. “Maka, nikmat Tuhanmu manakah yang kamu dustakan?”
Krapyak, 14 Februari 2014.
jarene penulis pemula seng lagi debutan dimuat iku makan2 kudune
BalasHapuskwakakak. makan opo cak?
BalasHapusPosting Komentar